Jumat, 21 Oktober 2016

MENUMBUHKAN JIWA KRITIS



MENUMBUHKAN JIWA KRITIS
oleh
Rifki Rifyal Rizaldi (Ketua Umum PD IPP Garut)
            Jiwa kritis atau yang disebut dengan ruhul intiqod wajid dimiliki oleh setiap muslim. Ia merupakan cirri khas dari generasi kaum muslimin yang dengannya mereka dapat melakukan kemajuan dalam kehidupan dan mengangkat derajat hidup kepada taraf yang lebih tinggi. Jiwa kritis adalah sikap jiwa yang tidak mudah mengikuti sesuatu tampa ilmu terhadapnya, ia menggunakan pendengaran untuk mendengar dengan sebaik-baiknya, penglihatan untuk memperlihatkan dengan setajam-tajamnya, akal untuk berfikir, hati untuk menerima dan mencintai kebenaran dan pada akhirnya dia berpegang teguh pada kebenaran tersebut jiwa kritis tercermin dalam diri seorang mu’min yang berlandaskan pada petunjuk Alloh. “Dan janganlah kamu hal-hal yang kamu tidak mempunyai ilmu terhadapnya, sesungguhnya pendengran, penglihatan dan hati itu semua benar-benar akan dimintai pertanggung jawaban.” (QS Al Isro: 36).
            Ayat tersebut yang menjadikan kaum muslimin selalu berhati-hati, mereka tidak mau meyakini sesuatu, mengatakan dan melakukan sebelum dipikirkannya secara matang dan diketahui kebenarannya secara pasti. Mereka selalu memegang teguh pada kebenaran yang telah diturunkan oleh Alloh swt, yaitu wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammadsaw baik Al Quran maupun hadits. Mereka selalu mempelajari setiap saat tampa pernah merasa bosan. Yang dijadikan prinsip hidupnya bukan “kata ustadz saya, atau kata guru saya atau kata orang tua saya”, tetapi “kata Alloh dan rosululloh saw.”
            Ketika datang suatu berita, mereka tidak langsung percaya begitu saja, tetapi mengecek terkebih dahulu kebenarannya, dalam islam disebut tabayyun dan dalam bahasa populernya disebut klarifikasi, karena bias saja berita itu tidak akuratdan mungkin saja ada orang yang menyebarkan berita itu dengan tujuan yang tidak baik. Alloh swt berfirman “wahai orang yang beriman! Jika orang fasik datang pada kalian membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu mushibah kepada suatu kaum tampa mengetahui keadaan yang menyebabkan kalian menyesal atas pebuatan itu.” (QS Al Hujurot: 6).
            Dengan sikap kritis seperti itu, kaum muslimin dapat menjalani hidipnya dengan selaluberada dalam petunjuk Alloh swt. Seperti itulah yang dilakukan oleh para sahabat rosululloh saw. Sebagaimana dalam suatu riwayat bahwa umar bin khotob ra mengecek kembali sabda rosululloh saw yang disampaikan oleh sahabat lain tentang ketentuan meminta izin bertamu. “Dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata: aku pernah berada di suatu majlis dari majlis-majlis kaum anshor, tiba-tiba datang abu musa sepertinya ia merasa ketakutan. Lalu ia berkata: aku telah meminta izin kepada umar tiga kali tetapi aku tidak diizinkan maka aku pun pulang. Lalu umar berkata: apa yang menghalangimu? Aku menjawab: aku telah meminta izin tiga kali tetapi aku tidak diizinkan maka aku pun pulang dan rosululloh bersabda: “apabila salah seorang dari kalian meminta izin tiga kali tetapi ia tidak diizinkan maka hendaklah ia pulang.” Lalu ia (umar) berkata: demi Alloh! Hendaklah kamu benar-benar mendatangkan suatu bukti atasnya! Apakah ada seorang dari kalian yang telah mendengarkannya dari nabi saw? Maka ubay bin ka’ab berkata: demi Alloh! Tidak ada yang berdiri bersamamu kecuali orang yang paling muda. Keadaanku (abu sa’id al khudri)adalah orang yang paling mudadan aku telah berdiri bersamanya, maka aku beri tahukan pada umar bahwa rosululloh telah berkata seperti itu.” (HR Bukhori). Dalam hadits tersebut kita dapat mengetahui bagaimana umar bin khotob bersikap tegas dalam mendecek kembaliberita yang sampai kepadanya.
            Bahkan, dengan jiwa kritis kaum muslimin dapat mengembangkan ilmu pengetahuan hingga mencapai tingkat peradaban yang luhur. Banyak para ulama islam terdahulu yang menemukan temuan-temuan ilmiahnya berangkat darisikap kritis tersebut. Kita ambil contoh misalnya seorang ahli kimia islam, Abu Musa Jabir bin Hayyan mengatakan: “pendirian-pendirian yang berdasarkan kata si “anu”, artinya perkataan yang tidak disertakan bukti penyelidikan, tidak berharga dalam ilmu kimia. Satu kaidah dalam ilmu kimia ini dengan tidak ada kecualinya, ialah bahwa dalil yang tidak berdasarkan bukti yang nyata, harganya tidak lebih dari satu omongan yang boleh jadi benar bileh jadi keliru. Hanya bila seorang menyampaikan keterangan dengan bukti yang nyata, menguatkan pendiriannya, barulah boleh kita berkata: pendirian tuan dapat kami terima”. (M Natsir, Capita Selecta jilid 1, hal 27).
            Tampa jiwa kritis, seseorang akan terjerumus kepada sikap mengikuti orang tampa mengetahui ilmunya atau taklid. Dalam islam, sikap taklid begitu tercela. Gara-gara taklid, selama berabad-abad orang melakukan kemusyrikan menyembah berhala-berhala tampa mau menggunakan akal sehat untuk berfikir, mereka hanya mengatakan “kami hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh nenek moyang kami dulu.” Alloh Swt menjelaskan dalam firmanya “dan apabila dikatakan kepada mereka: ikutilah apa yang telah di turunkan alloh ! mereka menjawab: (tidak ), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari nenek moyang kami.” Apakah (mereka akan mengikuti  juga ) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mendalami sama sekali, dan tidak mendapat petunjuk.” (QS Al Baqoroh: 170)
            Sangat di sayangkan, pada saat ini banyak anak muda yang mestinya sudah dapat menggunakan akal fikiran yang sehat, mereka justru mengikuti begitu saja perilaku-perilaku orang lain tanpa berfikir terlebih dahulu untuk mempertimbangkan baik buruknya.
            Tak sedikit dari anak muda kita yang membawa arus budaya pacaran. Dengan di pertontonkan sehari hari dalam televisi, di imajinasikan melalui cerita cerita dalam cerpen dan novel, di lakukan dan didukung oleh banyak orang, sehingga pacaran telah menjadi tren khususnya di kalangan anak muda.
            Bagi seorang muslim yang berjiwa kritis, tentunya di akan mempertanyakan lagi apa untungnya berpacaran? Baik bagi dirinya, belajarnya, keluarganya, masyarakat sekitarnya, dan masa depannya. Jika dipikir lagi, justru pacaran hanya akan mengakibatkan kerugian dan kesengsaraan. Terbukti bahwa pacaran hanya membuat seseorang menjadi dihantui rasa gelisah, menyiksa dirinya sendiri, tidak dapat berkonsentrasi, banyak menghayal, menyianyiakan waktu, membuat suram masa depan, menumpuk-numpuk dosa, terjerumus kedalam perzinahan, mengecewakan keluarga dan orang-orang di sekitarnya, membuat dirinya menjadi hina. Dan segudang bahaya-bahaya lain yang diakibatkan dari pacaran.
            Selain itu, masih banyak kebinasaan-kebinasaan yang merusak di kalangan anak muda, seprti merokok, narkoba, tawuran, balapan liar membabi buta membela kelompok dan klubnya, merayakan valentine, ulang tahun dan sebagainya.
Oleh karena itu marilah kita tumbuhkan dan milikilah jiwa kritis agar kita dapat menyelamatkan diri, keluarga, masyarakat dan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berikan komentarmu dengan cara yang baik dan sopan